expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Rabu, 28 Mei 2014

PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DIPERGURUAAN TINGGI



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat, tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak), akan sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak), rusaklah lahirnya dan batinnya. Demikan pula pada tingkat perguruan tinggi. Sudah semestinya pendidikan akhlak diintegrasikan dalam berbagai mata kuliah lain yang sesuai. Bahkan dalam sistem penilaian, semestinya ada porsi tersendiri  untuk akhlak ini (tidak hanya quiz, tugas, midterm dan final). Pertanyaan yang muncul mungkin terkait dengan apakah akhlak tersebut bisa diukur atau tidak dan bagaimana cara mengukurnya. Kalau yang ditanyakan adalah pengukuran secara komprehensif, saya pikir memang akan sangat sulit. Tapi bila yang diukur adalah terkait dengan akhlak peserta didik selama di dalam kelas (seperti akhlak terhadap dosen, akhlak terhadap sesama teman, kejujuran dalam mengerjakan tugas kuliah dan saat mengikuti ujian) tentu bukan tidak mungkin dilakukan.
            Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang berhak, dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya, yang menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia, yang menjadi hak manusia lainnya, terhadap makhluk hidup lainnya, yang menjadi haknya, terhadap alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara harmonis, dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan umum. Dia mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela, dia menempati kedudukan yang mulia secara obyektif, walaupun secara materiil keadaannya sangat sederhana.


B. Tujuan Penulisan
            Untuk mengetahui bagaimana akhlak tasawuf itu dalam perguruan tinggi, tujuan dan manfaat akhlak tasawuf dalam perguruan tinggi dan bagaimana hubungannya dalam pergaulan perguruan tinggi. Seberapa  penting dalam membina manusia dalam perguruan tinggi untuk menciptakan akhlak yang baik dalam dirinya karena sangat diperlukan oleh semua mahasiswa perguruan tinggi agar hidupnya tidak terpengaruh dalam pergaulan yang tidak sesuai akhlak yang mulia.

                                                                                                                                          
















BAB II
PERMASALAHAN
Perhatian terhadap pentingnya Akhlak Tasawuf kini muncul kembali, yaitu di saat manusia di zaman modern ini di hadapkan pada masalah moral dan akhlak yang cukup serius, Apalagi dalam perguruaan tinggi yang kalau dibiarkan akan menghancurkan masa depan bangsa yang bersangkutan. Dewasa ini kehidupan manusia di seluruh dunia sedang dilanda keprihatinan yang luarbiasa akibat proses modernisasi yang bersifat mengglobal. Proses modernisasi ini adalah dampak dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang akibatnya tidak ada masyarakat yang bisa melepaskan diri dari pengaruh peradaban global.
Dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak panorama-panorama dalam kehidupan sehari-hari dan yang terpenting adalah bagaimana kita hidup dalam bermasyarakat, saling menghargai dan saling menghormati di dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita di tuntut untuk bagaimana kita dapat hidup bersosialisasi. Tentunya di dalamnya itu banyak aturan dan etika yang harus kita jaga sebab kebebasan kita dibatasi oleh kebebasan orang lain. Seperti berpakaian, kita tidak boleh berpakaian yang berlebihan, kita tetap menjaga etika dalam berpakaian, tidak boleh tampil sembrono, tampil yang berlebihan dan sebagainya. Selain dari pada itu, yang paling penting adalah mengenai akhlak, bagaimana kita menjaga akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus mengetahui bagaimana akhlak terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia maupun terhadap makhluk lain. Sehingga kita dapat hidup tenang saling menghargai dan saling menghormati.
            Oleh karena itu, ilmu tentang akhlak sangat penting dalam membina manusia dalam perguruan tinggi untuk menciptakan akhlak yang baik dalam dirinya karena sangat diperlukan oleh semua mahasiswa perguruan tinggi agar hidupnya tidak terpengaruh dalam pergaulan yang tidak sesuai akhlak yang mulia.





BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Secara etimologi, pengertian pendidikan yang diberikan oleh ahli. John Dewey, seperti yang dikutip oleh M.Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.    Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai kematangan itu, ia mampun memerankan diri sesuai dengan amarah yang disandangnya, serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia. Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “ta’dib”. Kata “ta’dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup seluruh unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta’dib” sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga para ahli didik Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “Rabba-Yurobbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang.         Walaupun dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas tentang definisi pendidikan, namun dari beberapa ayat dapat ditemukan indikasi ke arah pendidian, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. 17/Al-Isra : 24 :
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَياَّنِيْ صَغِيْرًا.
Artinya:
         “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil”. (Q.S. al-Isra : 24)
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa al-Tarbiyah adalah proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia, karena anak sejak lahir didunia dalam keadaan tidak tahu apa-apa, tetapi ia sudah dibekali ALLAH berupa potensi dasar ysng perlu dikembangkan. Menurut beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan yaitu:                                                         
1.      Menurut Frederic J. Mc. Donald dalam bukunya Educational Psychology mengungkapkan bahwa education in the sense used here, is a process or an activity which is directed at producting desirable changes in the behaviour of human beings yaitu Pendidikan dalam pengertian yang digunakan di sini adalah sebuah proses atau aktivitas yang menunjukkan pada proses perubahan yang diinginkan di dalam tingkah laku manusia.
2.      Menurut Nelson B.Henry, education is the process by which those powers (abilities, capacities) of the man that are susceptible to habituation are perfected by good habits.[6] Artinya, pendidikan adalah merupakan suatu proses di mana kemampuan seseorang dapat terpengaruh oleh kebiasaan yang berupa kebiasaan yang baik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan perubahan ke arah positif yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia.

B. PENGERTIAN AKHLAK                                                                     
Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خلق) yang menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Menurut Rahmat Djatnika, bahwa pengertian akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, di antaranya menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa Arab (ا خلا ق) bentuk jamak dari mufrodnya khuluq (خلق), yang berarti budi pekerti. Sinonimnya adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Latin, etos yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa Latin juga, mores yang juga berarti kebiasaan. Sedangkan menurut terminolog, kata budi pekerti terdiri dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut karakter. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati yang disebut dengan behaviour.  Jadi, budi pekerti merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
Menurut Abuddin Nata, akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.
Menurut Elizabeth B. Hurlock, behaviour which may be called “true morality” not only conforms to social standarts but also is carried out voluntarily, it comes with the transition from external to internal authority and consist of conduct regulated from within.
 Artinya, bahwa tingkah laku boleh dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat, tetapi juga dilaksanakan dengan suka rela, tingkah laku it terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) dan ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dalam diri.
Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut :
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس را سخة عنها تصدر الافعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر ورويّة عقلا وسرعا. 
Bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali mencakup dua syarat. Pertama, perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan sebagainya.
Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jahat, maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’l) yang baik dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’arasikha fi-n-nafs).
Akhlak adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh Al-Ghazali. Jadi, kerap kali kita temukan pernyataan, seperti ‘akhlak kedermawanan” dan “akhlak-akhlak tercela”. Dapat dipahami bahwa dalam etika Al-Ghazali, suatu amal lahiriyah tak dapat secara tegas disebut baik dan buruk. Maka ketulusan seseorang mungkin dipandang sebagai suatu kebaikan, tetapi jual belinya yang jujur atau tidak. Namun, suatu suatu amal dapat dikatakan suatu amal shaleh atau amal jahat.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pembimbingan terlebih dahulu. Jiwa kehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang bagus, maka disebut dengan akhlak yang terpuji. Begitu pula sebaliknya, jika menimbulkan perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebut dengan akhlak yang tercela.[1]
Akhlak juga bisa disebut kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan  yang mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan peryimbangan pikiran terlebih dahulu.[2]

C. PENGERTIAN TASAWUF
Pengertian tasawuf  dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbgai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dengan Allah. Tasawuf menurut sudut pandang manusia didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada ALLAH SWT.[3]

D. PENGERTIAN PERGURUAN TINGGI
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.

E. PENGERTIAN PENDIDIKAN AKHLAK
              Setelah dijelaskan secara terpisah mengenai pengertian pendidikan dn pengertian akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa analisa sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, maka ia akan memiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan. Disamping terbiasa melakukan akhlak mulia.. Atau suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan perubahan ke arah positif, yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia, di mana dapat menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah tanpa harus direnungkan dan disengaja atau tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh yang indah dan pebuatan itu harus konstan (stabil) dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sering sehingga dapat menjadi kebiasaan.

F. TUJUAN PENDIDIKAN AKHLAK
              Tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam. Dalam tujuan pendidikan akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1.   Tujuan Umum
     Menurut Barnawy Umari, bahwa tujuan pendidikan akhlak secara umum meliputi:
a)      Supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina dan tercela.
b)      Supaya perhubungan kita dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk selalu terpelihara dengan baik dan harmonis.
Menurut Ali Hasan bahwa tujuan pokok akhlak adalah agar setiap orang berbudi (berakhlak), bertingkah laku (tabiat) berperangai atau beradat istiadat yang baik atau yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Tujuan Khusus
Adapun secara spesifik pendidikan akhlak bertujuan :
a)      Menumbuhkan pembentukan kebiasaan berakhlak mulia da beradat kebiasaan yang baik
b)      Memantapkan rasa keagamaan pada siswa, membiasakan diri berpegang pada akhlak mulia dan membenci akhlak yang rendah.
c)      Membiasakan siswa besikap rela, optimis, percaya diri, emosi, tahan menderita dan sabar.
d)     Membimbing siswa ke arah dikap yang sehat dan dapat membantu mereka berinteraksi sosial yang baik, mencintai kebaikan untuk orang lain, suka menolong, sayang kepada yang lemah, dan menghargai orang lain.
e)      Membiasakan siswa bersopan santun dalam berbicara dan bergaul baik di sekolah maupun di luar sekolah.
f)       Selalu tekun beribaah dan mendekatkan diri kepada Allah dan bermuamalah yang baik.
Adapun menurut Muhammad ‘Athiyyah Al-Abrasyi menjelaskan tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam adalah membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan mulia dalam bertingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Jiwa dari pendidikan Islam adalah pendidikan moral dan akhlak.
Dijelaskan juga menurut Ahmad Amin, bahwasannya tujuan pendidikan akhlak (etika) bukan hanya mengetahui pandangan atau teori, bahkan setengah dari tujuan itu adalah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan dan memberi faedah kepada sesama manusia. maka etika itu adalah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.

G. MANFAAT MEMPELAJARI PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF
Faedah tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.[4]

H. PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DI PERGURUAN TINGGI
              Pendidikan akhlak tasawuf diperguruan tinggi sangat diperlukan untuk akhlak dalam pendidikan diperguruan tinggi. Akhlak tasawuf diperguruan tinggi yaitu perilaku yang mengatur hubungan antara manusia dalam suatu lingkungan dan norma yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan serta alam semesta. Tujuan akhlak taswuf ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam. Akhlak tasawuf menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi derajatnya dan punya adap sopan santun, maksudnya sopan santun dalan pergaulan diperguruan tinggi baik sesama teman maupun terhadap dosen pengajar. Sedangkan manfa’at akhlak adalah mendapatkan tempat yang baik dimata masyarakat bahkan tuhan, banyak teman, dan meminimize perbuatan perbuatan yang buruk, akan terhindar dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagi makhluk yang diciptakan Allah. Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha menjauhinya.Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang dapat membahyakan dirinya.[5]















BAB IV
PENUTUP
SIMPULAN
     Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai kematangan itu, ia mampun memerankan diri sesuai dengan amarah yang disandangnya, serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia. Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “ta’dib”. Kata “ta’dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup seluruh unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta’dib” sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga para ahli didik Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “Rabba-Yurobbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang. Sedangkan Pengertian akhlak secara etimologi dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak dan tabiat. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun (خلق) yang menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Selain membahas tentang pengertian pendidikan dan akhlak makalah ini juga membahas masalah tasawuf. Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbgai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dengan Allah. Sedangkan pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Jadi perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
              Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak tasawuf diperguruan tinggi adalah perilaku yang mengatur hubungan antara manusia dalam suatu lingkungan dan norma yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan serta alam semesta. Tujuan akhlak tasawuf ialah mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Pendidikan yang diberikan kepada anak didik haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak. Setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam. Akhlak tasawuf menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi derajatnya dan punya adap sopan santun, maksudnya sopan santun dalan pergaulan diperguruan tinggi baik sesama teman maupun terhadap dosen pengajar. Sedangkan manfa’at akhlak adalah mendapatkan tempat yang baik dimata masyarakat bahkan tuhan, banyak teman, dan meminimize perbuatan perbuatan yang buruk, akan terhindar dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan sebagi makhluk yang diciptakan Allah.













DAFTAR ISI

Nata, Abdullah , Akhlak Tasawuf, Jakarta, RAJAWALI PERS, 1996.
Mukhlis dan Badri Rasyidi, Aqidah Akhlak, Bandung, CV ARMICO, 1994.





[2] Mukhlis dan Badri Rasyidi, Aqidah Akhlak,  (Bandung : CV ARMICO, 1994) h.35
[3] Prof. Dr. H. Abdullah Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta :RAJAWALI PERS, 1996) h. 179-180.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar